Jumat, 20 Juli 2012

The Little Einstein's in Adventure in the Seabed Center


Aku menatap luasnya Samudera
Yang berliter – liter volume airnya
Debur ombaknya yang tenang, membuatku nyaman
Seakan aku sedang bersantai di tengah negeri khayalan
                       
Tiba – tiba badai datang,
                        Memusnahkan semua yang dapat hilang
                        Badai itu tidak bersahabat
                        Semua keselamatan telah ia angkat

Ombak menjulang tinggi ke permukaan
Menyembur kedermaga tepian
Guntur panjang mengancam para pelautnya
Disertai kilat mautnya
                       
                        Para bangsa Avym, sang kaum peramal,
                        Meramalkan para Meryl  segera datang
                        Tak ada yang bisa meyangkal
                        Terkecuali Alicia Jhane yang sedang bimbang

Senyum nakal muncul dari wajah Alexander Albert,
Sebuah ide muncul dari benak Carlos Corllod yang jenius,
Segudang pertanyaan menunggu dijawab oleh Raymond Ritscooter,
Semua strategi berasal dari William Wavreey yang misterius.



Bagian 1
Bersembunyi Dalam Kegelapan
¤Kenalan Yang Terlupa ¤
Alicia
P
agi ini, sekitar jam 9 kami masih berada di toko olahraga. Aku sudah memaksa mereka berempat untuk pulang, dengan alasan ada kegiatan liburan musim panas lain yang harus kami lakukan. Tapi, sejak awal aku memaksa untuk pulang, mereka berkata, “Sabarlah – Tunggu saja sebentar.” Jawab Will ketika kutarik – tarik tangannya. Aku benar – benar ingin keluar dari toko ini. Alasannya, aku tak suka olahraga, bahkan, nilai – nilai olahragaku pun di sekolah sangat terancam keberadaannya. Dan juga karena toko ini pengap sekali. Aku heran, para penjaga toko itu memangnya tidak pengap? Aku saja yang baru 2 jam di sini sudah ingin mati. Tunggu sebentar, 2 jam? Mereka keterlalulan! Sudah 2 jam dan tidak mau pulang? Hei, saat aku ke toko buku saja hanya bertahan 15 menit!
            “Hei! Sudahlah, lupakan benda itu dan ayo kita keluar sekarang!” seruku sambil menarik–paksa mereka berempat.
            “Hei, bisakah kau tenang sedikit? Kau ini berisik sekali dari tadi!” Carlos mengelak dari tarikanku.
            Berisik sekali katanya?
            “Kau ini, cobalah untuk tidak bersikap kekanak – kanakan!” tambah Alex.
            Hei, kekanak – kanakan katanya? Harusnya aku yang bilang begitu padanya! Sedari tadi kulihat matanya berkilauan saat menatap gantungan kunci tas bola voli! Memalukan!
            “Tapi ini sudah jam 9! Jangan bilang kalian lupa waktu hanya karena benda – benda yang mungkin tak berguna itu!” aku menyolot.
            “Tak berguna katamu?!”
            “Mungkin. Karena kalian hanya melihat benda – benda yang berukuran kecil yang tidak lebih dari seekor kelinci! Berputar mengelilingi meja ini! Terus dan terus!” Rasanya aku benar – benar mau meledak. Mereka hanya melihat benda – benda yang berukuran kecil sedari tadi! Bukan benda asli yang bisa digunakan dalam olahraga!
            “Dia benar” ujar Will. “Kita hanya melihat benda yang berukuran kecil saja.” Tampaknya mereka telah mulai mengerti. “Harusnya dari tadi kita melihat – lihat yang itu.” Tunjuk Will kepada ruangan yang lain, yang berisi beberapa alat olahraga–dengan ukuran asli. Tunggu, maksudnya…mereka ke tempat itu sekarang?
            Keterlaluan.
            Aku cepat – cepat mencegat mereka. “Dengar, aku akan keluar dari toko ini sekarang juga. Carilah aku di kedai es krim di dekat tikungan. Jika tidak ada, carilah aku di toko buku dekat tempat bermain, dan jika tidak ada juga, jangan sekali – kali kalian ganggu istirahatku.” Ucapku ketus dan mereka berjalan lagi seraya tak memperdulikanku.
            Akhirnya aku keluar dari ruangan pengap itu. Terik matahari menyerangku dengan senjata musim panasnya. Sekeliling jadi terlihat silau, jadi aku berjalan sambil memicingkan mataku. Oh ya, aku belum memperkenalkan diri. Karena terlalu sibuk memaksa empat orang itu.
            Aku Chaterine Alicia Jhane. Kau dapat memanggilku Alice atau Alicia. Umurku 12 tahun dan kelas delapan. Aku satu – satunya perempuan dalam, oh–maksudku…sudahlah, dalam grup ini. Grup kami ini semacam grup petualang atau detektif. Kau tahu? Rasanya menyebalkan saat mengerjakan kasus bersama empat orang itu.
            Kedai es krim itu semakin dekat di mataku.
Kulanjutkan, empat orang bodoh itu–sebenarnya mereka tak bodoh, Alexander Albert. Kau dapat memanggilnya Alex, umurnya 13 tahun. Dia orang paling menyebalkan yang sejauh ini kutemui. Lalu Carlos Corllod, Carlos, umurnya sama dengan Alex. Walaupun kutahu dia tak terlalu menyebalkan, tapi aku paling tak suka jika ia, Alex dan Will bergabung untuk menjahili orang. Selanjutnya Raymond Ritscooter. Panggilannya Ray. Umurnya 13 tahun. Dia orang paling pintar sekaligus pendiam dan cuek dalam grup ataupun sekolah kami. Kacamata dan buku fisika adalah hal yang tak bisa lepas darinya. Terakhir Will, Williams Wavreey. Atau kau bisa panggil Bill. Ia ketua sekaligus orang yang paling tua dalam grup kami. Umurnya sebenarnya 14 tahun dan tahun ini naik ke kelas Sembilan. Cuma dia yang tidak satu kelas dengan kami.
Dan aku sampai di kedai itu. Kudorong pintunya. Udara AC menerpa diriku. Sejuk rasanya terkena udara seperti ini di musim panas. Aku duduk di kursi yang paling jauh dengan pintu, tetapi dekat dengan dapur. Maksudku, agar pesananku sampai lebih cepat.
Salah satu pelayan kedai ini datang ke mejaku. Ia tersenyum dan memberikan buku menu padaku. Dan aku sudah siap untuk membuka buku yang berisi puluhan macam es krim itu.
Rasanya aku membeku setelah melihat menu ini sampai halaman 5. Aku mengamati menu itu lama sekali. Sampai aku menyadari bahwa pelayan yang lain memperhatikanku dengan mimik yang tidak kusukai. Jika benar – benar aku yang dia maksud.
Akhirnya, setelah banyak pilihan, aku memesan Pancake Waffle Sundaes Strawberry. Dengan 2 lapis pancake juga sebuah waffle lembut yang dibalut dengan es krim vanilla dan disiram dengan saus strawberry. Lalu beberapa potong buah strawberry disajikan didalam lubang – lubang waffle. Juga ada dua stik wafer isi krim strawberry. Lalu taburan almond, diatas 2 scoop es krim vanilla bersiram saus strawberry itu, dan asiknya…dalam sensasi dingin! Benar – benar hal yang menggembirakan dalam musim panas!
Biar kulanjutkan lagi pengenalannya. Empat orang itu sama – sama berambut pirang. Cara membedakannya, untuk Alex, bermata biru dan sebenarnya tidak gemuk, tapi takkan ada yang bilang dia kurus. Lalu Carlos, bermata hijau dan agak kurus. Ray, dia yang paling bisa dibedakan. Karena kacamatanya. Dan Will, dia yang paling tinggi.
Dan kulanjutkan nanti, karena pesananku telah datang! WOW!
            Aku melahap semuanya dalam 15 menit. Sampai saat ini pun mereka berempat belum kemari. Entah masih di tempat tadi itu atau sudah pulang. Butuh sedikit waktu bagiku di kedai itu. Yah, aku benar – benar suka es krim. Tapi brownies kukus Tiramisu jauh lebih menggiurkan. Hmm…ah…kenapa jadi ini yang kubicarakan?
            Banyak anak kecil berlarian di jalanku. Tapi tentu saja, ini kan daerah dekat taman bermain, dan toko buku itu yang menjadi incaranku.
            Aku membuka pintunya. Toko ini tak terlalu besar, tapi aku bisa betah berjam – jam di sini–jika tak ada mereka berempat–, karena semua buku yang kusuka ada di sini! Juga ada beberapa alat menggambar.
            Seperti biasa, aku mematung di bagian novel fantasi. Banyak buku baru yang terbit! Tapi tak lama dari itu, aku melihat beberapa pelanggan masuk. Oh-ternyata mereka berempat.
            Mengapa mereka datang di saat aku sedang asyik?!
            Tak usah ditanya mereka melihat rak buku apa, tapi setiap kali aku ke toko buku bersama mereka, mereka hanya mengganggu ketenanganku. Terutama Alex.
            “Hei, dasar kutu buku! Kau bilang kau di kedai es krim?!” seru Alex.
            “Kau tak dengar selanjutnya?” jawabku. “Jika aku tak ada di kedai itu, maka aku ke toko buku, dan jika tak ada juga, berarti aku pulang!”
            “Oh, yah–es krim, buku, tidur.” kata Alex sambil melirikku. “Itu yang kau lakukan selama libur musim panas, bukan?”
            “Apa? Keterlaluan! Aku tak separah itu!”
            “Yah–tapi kau lebih parah dari itu!” seru Alex kemudian tertawa – tawa dengan apa yang dikatakannya barusan.
            “Tak lucu.” gumamku.
            “Hei–aku…”
            Tiba – tiba Alex tertawa memotong ucapan Carlos.
            “Argh…kau ini! Ada apa, sih? Jangan tertawa di telingaku, Alex!” seruku.
            “Ah–Carlos! Kau jadi penggemar Sinbad si Pelaut?” tanya Alex. Lalu tertawa lagi.
            Yah, Carlos memang sedang menggenggam buku Sinbad The Sailor.
            “Bukan!!” seru Carlos. Alex masih tertawa. “Aku jadi ingat seorang pelaut yang pernah kita kenal.”
            “Uhh~Kau ini, terlalu banyak yang kau ingat, Carlos!” seru Alex tak masuk akal.
            Apa salahnya jika banyak yang diingat?
            “Oh, maksudmu pelaut yang dulu pernah menawarkan kita untuk meminjam beberapa perahunya itu?” tanya Ray yang matanya masih menatap buku fisikanya.
            “Ah, yang memiliki nama seperti Frankestein itu, kan?” sembur Alex.
            “Kau ini terlalu bodoh, tak usah ikut bicara jika benar – benar tak tahu!” sahutku.
“Tapi aku tahu!” balas Alex. Dan aku tak mau menanggapinya lagi.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar