“Aku menatap luasnya Samudera
Yang
berliter – liter volume airnya
Debur
ombaknya yang tenang, membuatku nyaman
Seakan
aku sedang bersantai di tengah negeri khayalan”
Tiba
– tiba badai datang,
Memusnahkan semua yang dapat hilang
Badai itu tidak bersahabat
Semua keselamatan telah ia angkat
Ombak
menjulang tinggi ke permukaan
Menyembur
kedermaga tepian
Guntur
panjang mengancam para pelautnya
Disertai
kilat mautnya
Para bangsa Avym, sang kaum peramal,
Meramalkan para Meryl segera datang
Tak ada yang bisa meyangkal
Terkecuali Alicia Jhane yang sedang bimbang
Senyum
nakal muncul dari wajah Alexander Albert,
Sebuah
ide muncul dari benak Carlos Corllod yang jenius,
Segudang
pertanyaan menunggu dijawab oleh Raymond Ritscooter,
Semua
strategi berasal dari William Wavreey yang misterius.
Bagian 1
Bersembunyi Dalam
Kegelapan
¤Kenalan Yang Terlupa ¤
Alicia
P
|
agi ini,
sekitar jam 9 kami masih berada di toko olahraga. Aku sudah memaksa mereka
berempat untuk pulang, dengan alasan ada kegiatan liburan musim panas lain yang
harus kami lakukan. Tapi, sejak awal aku memaksa untuk pulang, mereka berkata,
“Sabarlah – Tunggu saja sebentar.” Jawab Will ketika kutarik – tarik tangannya.
Aku benar – benar ingin keluar dari toko ini. Alasannya, aku tak suka olahraga,
bahkan, nilai – nilai olahragaku pun di sekolah sangat terancam keberadaannya.
Dan juga karena toko ini pengap sekali. Aku heran, para penjaga toko itu
memangnya tidak pengap? Aku saja yang baru 2 jam di sini sudah ingin mati.
Tunggu sebentar, 2 jam? Mereka keterlalulan! Sudah 2 jam dan tidak mau pulang?
Hei, saat aku ke toko buku saja hanya bertahan 15 menit!
“Hei! Sudahlah, lupakan benda itu
dan ayo kita keluar sekarang!” seruku sambil menarik–paksa mereka berempat.
“Hei, bisakah kau tenang sedikit?
Kau ini berisik sekali dari tadi!” Carlos mengelak dari tarikanku.
Berisik sekali katanya?
“Kau ini, cobalah untuk tidak
bersikap kekanak – kanakan!” tambah Alex.
Hei, kekanak – kanakan katanya?
Harusnya aku yang bilang begitu padanya! Sedari tadi kulihat matanya berkilauan
saat menatap gantungan kunci tas bola voli! Memalukan!
“Tapi ini sudah jam 9! Jangan bilang
kalian lupa waktu hanya karena benda – benda yang mungkin tak berguna itu!” aku
menyolot.
“Tak berguna katamu?!”
“Mungkin. Karena kalian hanya
melihat benda – benda yang berukuran kecil yang tidak lebih dari seekor
kelinci! Berputar mengelilingi meja ini! Terus dan terus!” Rasanya aku benar –
benar mau meledak. Mereka hanya melihat benda – benda yang berukuran kecil
sedari tadi! Bukan benda asli yang bisa digunakan dalam olahraga!
“Dia benar” ujar Will. “Kita hanya
melihat benda yang berukuran kecil saja.” Tampaknya mereka telah mulai
mengerti. “Harusnya dari tadi kita melihat – lihat yang itu.” Tunjuk Will
kepada ruangan yang lain, yang berisi beberapa alat olahraga–dengan ukuran
asli. Tunggu, maksudnya…mereka ke tempat itu sekarang?
Keterlaluan.
Aku cepat – cepat mencegat mereka.
“Dengar, aku akan keluar dari toko ini sekarang juga. Carilah aku di kedai es
krim di dekat tikungan. Jika tidak ada, carilah aku di toko buku dekat tempat
bermain, dan jika tidak ada juga, jangan sekali – kali kalian ganggu
istirahatku.” Ucapku ketus dan mereka berjalan lagi seraya tak memperdulikanku.
Akhirnya aku keluar dari ruangan
pengap itu. Terik matahari menyerangku dengan senjata musim panasnya.
Sekeliling jadi terlihat silau, jadi aku berjalan sambil memicingkan mataku. Oh
ya, aku belum memperkenalkan diri. Karena terlalu sibuk memaksa empat orang
itu.
Aku Chaterine Alicia Jhane. Kau
dapat memanggilku Alice atau Alicia. Umurku 12 tahun dan kelas delapan. Aku
satu – satunya perempuan dalam, oh–maksudku…sudahlah, dalam grup ini. Grup kami
ini semacam grup petualang atau detektif. Kau tahu? Rasanya menyebalkan saat
mengerjakan kasus bersama empat orang itu.
Kedai es krim itu semakin dekat di
mataku.
Kulanjutkan, empat orang bodoh itu–sebenarnya mereka tak bodoh, Alexander
Albert. Kau dapat memanggilnya Alex, umurnya 13 tahun. Dia orang paling
menyebalkan yang sejauh ini kutemui. Lalu Carlos Corllod, Carlos, umurnya sama
dengan Alex. Walaupun kutahu dia tak terlalu menyebalkan, tapi aku paling tak
suka jika ia, Alex dan Will bergabung untuk menjahili orang. Selanjutnya
Raymond Ritscooter. Panggilannya Ray. Umurnya 13 tahun. Dia orang paling pintar
sekaligus pendiam dan cuek dalam grup ataupun sekolah kami. Kacamata dan buku
fisika adalah hal yang tak bisa lepas darinya. Terakhir Will, Williams Wavreey.
Atau kau bisa panggil Bill. Ia ketua sekaligus orang yang paling tua dalam grup
kami. Umurnya sebenarnya 14 tahun dan tahun ini naik ke kelas Sembilan. Cuma
dia yang tidak satu kelas dengan kami.
Dan aku sampai di kedai itu. Kudorong pintunya. Udara AC menerpa diriku.
Sejuk rasanya terkena udara seperti ini di musim panas. Aku duduk di kursi yang
paling jauh dengan pintu, tetapi dekat dengan dapur. Maksudku, agar pesananku
sampai lebih cepat.
Salah satu pelayan kedai ini datang ke mejaku. Ia tersenyum dan
memberikan buku menu padaku. Dan aku sudah siap untuk membuka buku yang berisi
puluhan macam es krim itu.
Rasanya aku membeku setelah melihat menu ini sampai halaman 5. Aku
mengamati menu itu lama sekali. Sampai aku menyadari bahwa pelayan yang lain
memperhatikanku dengan mimik yang tidak kusukai. Jika benar – benar aku yang
dia maksud.
Akhirnya, setelah banyak pilihan, aku memesan Pancake Waffle Sundaes
Strawberry. Dengan 2 lapis pancake juga sebuah waffle lembut yang dibalut
dengan es krim vanilla dan disiram dengan saus strawberry. Lalu beberapa potong
buah strawberry disajikan didalam lubang – lubang waffle. Juga ada dua stik
wafer isi krim strawberry. Lalu taburan almond, diatas 2 scoop es krim vanilla
bersiram saus strawberry itu, dan asiknya…dalam sensasi dingin! Benar – benar
hal yang menggembirakan dalam musim panas!
Biar kulanjutkan lagi pengenalannya. Empat orang itu sama – sama berambut
pirang. Cara membedakannya, untuk Alex, bermata biru dan sebenarnya tidak
gemuk, tapi takkan ada yang bilang dia kurus. Lalu Carlos, bermata hijau dan
agak kurus. Ray, dia yang paling bisa dibedakan. Karena kacamatanya. Dan Will,
dia yang paling tinggi.
Dan kulanjutkan nanti, karena pesananku telah datang! WOW!
Aku melahap semuanya
dalam 15 menit. Sampai saat ini pun mereka berempat belum kemari. Entah masih
di tempat tadi itu atau sudah pulang. Butuh sedikit waktu bagiku di kedai itu.
Yah, aku benar – benar suka es krim. Tapi brownies kukus Tiramisu jauh lebih menggiurkan.
Hmm…ah…kenapa jadi ini yang kubicarakan?
Banyak anak kecil
berlarian di jalanku. Tapi tentu saja, ini kan daerah dekat taman bermain, dan
toko buku itu yang menjadi incaranku.
Aku membuka pintunya.
Toko ini tak terlalu besar, tapi aku bisa betah berjam – jam di sini–jika tak
ada mereka berempat–, karena semua buku yang kusuka ada di sini! Juga ada
beberapa alat menggambar.
Seperti biasa, aku
mematung di bagian novel fantasi. Banyak buku baru yang terbit! Tapi tak lama
dari itu, aku melihat beberapa pelanggan masuk. Oh-ternyata mereka berempat.
Mengapa mereka datang di
saat aku sedang asyik?!
Tak usah ditanya mereka
melihat rak buku apa, tapi setiap kali aku ke toko buku bersama mereka, mereka
hanya mengganggu ketenanganku. Terutama Alex.
“Hei, dasar kutu buku!
Kau bilang kau di kedai es krim?!” seru Alex.
“Kau tak dengar
selanjutnya?” jawabku. “Jika aku tak ada di kedai itu, maka aku ke toko buku,
dan jika tak ada juga, berarti aku pulang!”
“Oh, yah–es krim, buku,
tidur.” kata Alex sambil melirikku. “Itu yang kau lakukan selama libur musim
panas, bukan?”
“Apa? Keterlaluan! Aku
tak separah itu!”
“Yah–tapi kau lebih
parah dari itu!” seru Alex kemudian tertawa – tawa dengan apa yang dikatakannya
barusan.
“Tak lucu.” gumamku.
“Hei–aku…”
Tiba – tiba Alex tertawa
memotong ucapan Carlos.
“Argh…kau ini! Ada apa,
sih? Jangan tertawa di telingaku, Alex!” seruku.
“Ah–Carlos! Kau jadi
penggemar Sinbad si Pelaut?” tanya
Alex. Lalu tertawa lagi.
Yah, Carlos memang
sedang menggenggam buku Sinbad The Sailor.
“Bukan!!” seru Carlos.
Alex masih tertawa. “Aku jadi ingat seorang pelaut yang pernah kita kenal.”
“Uhh~Kau ini, terlalu
banyak yang kau ingat, Carlos!” seru Alex tak masuk akal.
Apa salahnya jika banyak
yang diingat?
“Oh, maksudmu pelaut
yang dulu pernah menawarkan kita untuk meminjam beberapa perahunya itu?” tanya
Ray yang matanya masih menatap buku fisikanya.
“Ah, yang memiliki nama
seperti Frankestein itu, kan?” sembur Alex.
“Kau ini terlalu bodoh,
tak usah ikut bicara jika benar – benar tak tahu!” sahutku.
“Tapi aku tahu!” balas Alex. Dan aku tak mau menanggapinya lagi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar